Peran Penting Business Analyst di Balik Aplikasi Favoritmu

Pernah merasa frustrasi saat menggunakan aplikasi yang membingungkan, ribet, dan malah bikin stres? Tapi pernah juga kan, kagum saat menemukan aplikasi yang terasa “klik” yang mudah dipakai. Fitur-fiturnya  terasa tepat, dan seolah tahu persis apa yang kamu butuhkan.

Itu bukan sulap. Bukan pula semata hasil kerja developer atau desainer. Di balik aplikasi-aplikasi yang sukses, ada satu sosok yang sering luput dari sorotan, tapi punya peran sangat krusial: Business Analyst, atau yang biasa disebut BA.

Cerita di balik aplikasi yang kita gunakan setiap hari

Bayangkan ini. Seorang ibu rumah tangga di Semarang kesulitan mengakses layanan kesehatan lewat aplikasi milik pemerintah. Menunya terlalu banyak, alurnya membingungkan, dan data sering tak tersimpan. 

Di sisi lain, ada seorang mahasiswa di Jakarta yang merasa terbantu oleh aplikasi catatan keuangan yang simpel tapi tepat guna. Tools ini membantunya mengelola uang bulanan tanpa pusing.

Perbedaan besar itu sering kali bukan soal anggaran atau teknologi canggih, tapi apakah aplikasi tersebut dirancang dengan memahami siapa penggunanya dan apa yang mereka benar-benar butuhkan. Dan di sinilah Business Analyst beraksi.

Mereka yang mendengarkan sebelum membuat solusi

Seorang BA bukan hanya duduk di balik layar, menerjemahkan brief ke dalam dokumen panjang. Mereka turun ke lapangan, mewawancarai pengguna, mendengar keluhan, mengamati kebiasaan, dan mengumpulkan data. Mereka berusaha memahami dunia pengguna sebelum merancang solusi digitalnya.

Dengan pendekatan yang penuh empati, BA mampu menemukan masalah-masalah tersembunyi yang sering terlewat. Seperti kenapa pengguna enggan klik tombol tertentu, atau mengapa fitur yang bagus secara teknis justru jarang dipakai.

Tools penting di dalam “kepala” seorang BA

Salah satu alat andalan BA adalah User Story Mapping, sebuah cara visual untuk memahami alur penggunaan aplikasi dari sudut pandang pengguna. Dengan teknik ini, BA bisa memastikan bahwa setiap fitur punya makna dan posisi yang tepat dalam keseluruhan pengalaman.

Ada juga Use Case Diagram, semacam peta perjalanan pengguna dalam sistem. Ini bukan cuma untuk dokumentasi, tapi jadi dasar berharga bagi tim developer dan UI/UX designer agar membangun solusi yang relevan, bukan asumsi semata.

Bukan hanya untuk perusahaan besar

Dulu, BA mungkin hanya ditemukan di perusahaan raksasa. Tapi sekarang? Startup, UMKM, bahkan organisasi sosial pun mulai menyadari pentingnya peran ini. Di era digital saat ini, siapa pun yang ingin membangun solusi teknologi yang meaningful dan berdampak, membutuhkan Business Analyst.

Dan menariknya, BA bukan hanya tentang teknis. Justru yang paling dibutuhkan adalah kemampuan mendengarkan, empati, berpikir sistematis, dan komunikasi yang kuat. Itu sebabnya banyak BA hebat datang dari latar belakang beragam, mulai dari psikologi, pendidikan, hingga manajemen. 

Karier yang relevan, manusiawi, dan menjanjikan

Jika kamu senang berpikir kritis, suka memecahkan masalah, dan ingin berkontribusi nyata dalam menciptakan solusi digital yang bermanfaat bagi banyak orang, dunia Business Analyst mungkin cocok untukmu.

Kabar baiknya, kamu tak harus kuliah IT bertahun-tahun untuk memulainya. Ada pelatihan dan bootcamp yang bisa membawa kamu dari nol sampai mahir, dengan bimbingan langsung dari praktisi industri.

Salah satu program yang direkomendasikan adalah Bootcamp Business Analyst dari DigiSkill Hub. Di sana, kamu bisa belajar teknik-teknik penting, latihan studi kasus nyata, hingga mendapatkan sertifikat yang memperkuat portofoliomu.

Tertarik mulai langkah pertama? Pelajari program selengkapnya dan daftar langsung di www.digiskillhub.id