Pagi itu, Dean sedang terburu-buru. Notifikasi masuk, sebuah email dari HRD kantor muncul, lengkap dengan logo perusahaan. Judulnya: “Update Data Pribadi untuk Payroll”.
Tanpa curiga, ia klik dan mengisi formulirnya, mulai dari nama lengkap, nomor KTP, bahkan password email kantor.
Beberapa jam kemudian, sistem perusahaan down. Data bocor. Dan Dean baru sadar: email tadi palsu.
Itulah social engineering, salah satu bentuk serangan siber paling berbahaya, karena bukan sistem yang diretas, tapi manusianya.
Apa Itu social engineering?
Berbeda dari peretasan yang menyerang kode atau sistem, social engineering menargetkan psikologi manusia. Penyerang tidak perlu membobol firewall, cukup membuat kita percaya.
Mereka bisa menyamar jadi HRD, atasan langsung, customer service bank, bahkan rekan kerja di WhatsApp. Tujuannya hanya satu, yakni membuat korban secara sukarela memberikan data penting, akses sistem, atau bahkan mentransfer uang.
Teknik-teknik social engineering yang perlu diwaspadai
- Phishing
Email atau pesan palsu yang seolah resmi, lengkap dengan logo, tanda tangan digital, dan link jebakan. - Pretexting
Penyerang menciptakan cerita palsu, seperti “pemeriksaan data internal” atau “verifikasi akun”, untuk menggali informasi. - Baiting
Menawarkan “hadiah” atau “gratisan”, seperti flashdisk promosi yang ternyata berisi malware. - Tailgating
Orang asing yang masuk ke kantor dengan alasan “lupa kartu akses”, lalu menyusup ke area terbatas.
Serangan ini nyata dan mengintai semua orang
Jangan salah, social engineering tidak hanya menyerang perusahaan besar. UMKM, startup, bahkan organisasi sosial bisa jadi korban.
Kerugian bisa berupa:
- Kebocoran data karyawan dan pelanggan
- Pencurian uang
- Serangan ransomware
- Reputasi perusahaan yang hancur
Dan yang menyakitkan, semua itu bisa bermula dari klik kecil yang dilakukan satu orang.
Bagaimana melindungi diri dan tim dari social engineering?
- Jangan langsung percaya pada pesan yang mendesak atau memaksa.
- Selalu verifikasi lewat saluran resmi (telepon, aplikasi kantor, atau tatap muka).
- Gunakan otentikasi dua faktor (2FA) untuk semua akun penting.
- Edukasi rutin tim kerja, termasuk divisi non-IT, tentang ancaman digital terbaru.
Literasi siber jadi skill wajib di era digital
Hari ini, pengetahuan tentang keamanan digital bukan hanya urusan tim IT. Kita semua, mulai dari HRD, marketing, finance, bahkan manajemen atas, punya peran mencegah serangan ini.
Karena social engineering tak butuh teknologi tinggi untuk berhasil. Cukup satu detik kelengahan manusia.
Siap jadi lebih waspada?
Di DigiSkill Hub, kamu bisa belajar langsung tentang:
- Cara mengenali social engineering
- Teknik bertahan dari serangan digital
- Tools dan kebiasaan kerja aman dari para praktisi industri
Pelatihan berbasis praktik, bahasa sederhana, dan langsung bisa diterapkan di tempat kerja. Jangan tunggu jadi korban. Jadilah orang yang lebih waspada di dunia digital.